Kamis, 22 September 2011

KHITABAH Oleh: Umi Choirunnissa PENDIDIKAN SEBAGAI PRIORITAS UTAMA BAGI MASYARAKAT Dizaman sekarang ini, pendidikan adalah wajib dan sangat diprioritaskan. Dan sangat mempengaruhi bagi setiap instansi juga dalam pekerjaan. Hal ini dibutuhkan, karena sebagai bukti pengaplikasian sesuatu yang telah didapat dalam kenyataanya. Untuk itu, pendidikan dan wajib belajar sembilan tahun sangat penting. Namun bagi masyarakat kalangan kurang mampu akan sangat bermasalah, untuk menikmati pendidikan yang lebih tinggi. Jika dulu sekolah bisa dikatakan sebagai jalan memperbaiki nasib, maka dengan mahalnya biaya sekolah, peluang perbaikan nasib itu seakan ditutup bagi mereka yang kurang mampu. Mereka yang kurang mampu terjebak terus-menerus secara turun-temurun dalam keterpurukan. Tahun 2009 lalu, masyarakat telah dijanjikan sekolah gratis untuk tingkat SD dan SMP oleh pemerintah. Janji yang selalu diiklankan dimedia elektronik ini mendapatkan tanggapan yang sangat baik dari masyarakat. Masyarakat pun mulai merasa teringankan bebannya dengan diadakan pendidikan gratis ini. Dan anak-anak mereka biasa mengenyam pendidikan lebih tinggi, minimal hingga tamat SMP. Tapi sayangnya, janji itu berlaku untuk sekolah negeri saja. Padahal fakta membuktikan, banyak siswa yang tidak tertampung oleh sekolah negeri, dan terpaksa harus bersekolah disekolah swasta. Oleh karena itu, mereka harus keluar biaya mulai uang masuk, seragam, bangunan, buku, hingga tetek-bengek lainnya yang belum tentu berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar (KBM) ini. Bahkan untuk sekolah-sekolah yang berkualitas atau sekolah terpadu, biaya yang harus dikeluarkan sangat besar. Uang masuknya saja mencapai hingga rata-rata jutaan, sementara uang SPP-nya mencapai hingga ratusan ribu rupiah perbulannya, dan mungkin akan berubah disetiap tahunya. Dan untuk sekolah SLTA juga belum ada sekolah gratis secara nasional, termasuk sekolah negeri, artinya seluruh masyarakat masih harus menanggung banyak biaya demi kelangsungan sekolah anak-anaknya. Untuk tingkat pendidikan tinggi negeri kini telah diswastasasikan; memang, pemerintah masih mengucurkan dana kepada pendidikan tinggi negeri. Namun, sebagian besar biaya penyelenggaraan lainnya harus ditanggung oleh pendidikan tinggi negeri itu sendiri. Pendidikan tinggi negeri lainya, dan juga dibebankan kepada para mahasiswanya dari waktu- kewaktu kian mahal, hingga mencapai puluhan juta rupiah. Bahkan untuk biaya uang masuk fakultas kedokteran mencapai lebih dari 10 juta rupiah, uang SPP-nya pun tidak biasa dikatakan murah. Rata-rata SPP pendidikan tinggi negeri mencapai hingga jutaan rupiah bahkan ada juga yang mencapai 25 juta rupiah persemester. Penyelenggaraan pendidikan gratis hanya sebagian kecil agar masyarakat terhibur untuk meringankan bebanya. Corak peraturan untuk mengatur masyarakat, termasuk dalam bidang pendidikan, akibat ideologi yang diadopsi oleh pemerintah. Mahalnya biaya pendidikan adalah dampak logis pengadopsian ideologi kapitalis (kaum konglongmerat atau penguasa) negeri ini. Karena peran pemerintah yang terlalu jauh dalam menangani urusa-urusan masyarakat. Untuk kaum kapitalis, peran pemerintah harunya diminimalkan. Masalahnya, kita dibuat tidak mampu untuk membiayai penyelenggaraan dan urusan-urusan masyarakat; khususnya pendidikan. Kaum konglongmerat atau kaum bermodal, tidak membolehkan sumber-sumber daya alam dikelola oleh negaranya sendiri, malah menyerahkan kepada swasta atau pihak asing. Bahkan harga barang-barang milik rakyat BBM, diserahkan kepada mekanisme pasar. Akhirnya Negara tidak memiliki sumber pendapatan dari sumber-sumber kekayaan alam itu sendiri, yang membuat Negara mampu membiayai berbagai urusan masyarakat, termasuk pendidikan. Karena, kaum bermodal atau konglongmerat membuka semua sector untuk swasta dan menjadikan sebagai bahan bisnis, termasuk urusan pendidikan. Akibatnya biaya pendidikan semakin mahal, kalaupun ada sekolah gratis, itu juga hanya sampai tingkat SMP dan berlaku hanya untuk sekolah negeri saja. Apalagi sekolah-sekolah negeri yang berada dipelosok-pelosok tanah air kita ini juga masih belum merasakan pendidikan gratis. Kenyataanya sekolah tingkat lanjut ini hanya untuk mereka yang mampu bukan orang-orang miskin. Mungkin masyarakat akan berkata, bahwa adanya sekolah gratis ini suatu hal yang sangat bagus, karena dapat meringankan beban masyarakat miskin juga anak-anak dari keluarga kurang manmpu untuk tetap sekolah dan menikmati pendidikan lebih tinggi. Namun, kenyataanya hanya mereka dari kalangan kaya yang mampu menikmati pendidikan lebih tinggi. Karena mungkin baru segitulah, solusi dan kemampuan yang diberikan pemerintah Negara kita ini, untuk pendidikan atau sekolah gratis. Islam menjamin pendidikan bagi semua, dan ini bertolakbelakang sekali dengan ideologi kapitalisme yang telah meminimalkan peran sebuah negara itu sendiri, ideologi islam justru malah menetapkan negara sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh atas pemeliharaan urusan-urusan masyarakat. Pentingnya persoalan pendidikan tidak bisa dipisahkan dari keinginan untuk menghapus penduduk miskin. Semoga dengan pendidikan, kita akan dapat menjadi bangsa yang maju dan juga berkependidikan. Namun yang paling penting adalah, bagaimana sikap kita agar menjadikan pendidikan ini sebagai prioritas utama dalam membangun perekonomian keluarga dan juga bangsa yang lebih baik. Oleh: Umi Choirunnissa RAMADHAN BULAN IJABAH Salah satu gelar bulan ramadhan adalah syahrul ijabah, atau bulan dikabulkannya do’a. suatu ketika, datang seorang Arab Badwi ( Arab pedalaman) kepada nabi. Ia lantas memanggil, “hai Muhammad, Tuhan itu jauh atau dekat? Kalau jauh aku akan memanggilnya dengan suara yang sangat lantang. Tetapi kalau dekat, aku akan memanggilnya dengan berbisik-bisik”. Para sahabat yang menyaksikan peristiwa itu agak marah, karena orang Badwi telah berlaku kurang sopan kepada Rasulullah. Ketika itu, nabi diam saja tidak menjawab. Lantas turulah firman allah: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Q.S. al- Baqarah: 186) Dari ayat tersebut, ada beberapa pelajaran yang bias kita ambil. Pertama: kalau kita ditanya oleh siapa saja, apakah Tuhan itu jauh atau dekat? Jawabannya tidak boleh ragu-ragu. Karena Allah adalah sangat dekat. Kedua: dan Allah akan mengabulkan keinginan kita kalau kita meminta kepada-Nya. Allah memang Maha Tahu apa yang ada didalam getar hati kita. Tetapi Allah juga punya kehendak, yaitu keinginan yang ada dalam diri kita itu harus diwujudkan dalam bentuk do’a. Jadi kita harus meminta dulu, baru kemudian Allah akan mengabulkan apa yang kita minta. Dalam hubungan kita dengan Allah, kita harus banyak meminta. Tetapi dalam hubungan sesama manusia, justru kita harus banyak memberi. Dan Allah itu sangat marah kepada hamba-hambaNya yang malas meminta terlebih dahulu. Diantara do’a-doa yang dikabulkan oleh Allah, adalah do’anya orang yang sedang berpuasa, pemimpin yang adil, dan do’anya orang yang teraniaya. Allah berjanji, “… berdo’alah kepada-Ku, nischya akan Aku perkenankan bagimu…”. (Q.S. Al-Mukmin:60). Sebenarnya, semua do’a kita itu dikabulkan oleh Allah. Tetapi ada yang langsung dikabulkan dalam hitungan jam atau hari. Ada juga do’a yang dikabulkannya memerlukan waktu, misalnya dalam ukuran bulanan atau tahunan. Atau mungkin saja, do’a itu diberikan kepada kita dalam bentuk lain yang lebih dan maslahat. Tidak semua yang dianggap baik oleh kita, belum tentu dalam pandangan Allah baik dan maslahat. Boleh jadi, apa yang dianggap baik oleh kita justru menurut Allah kurang tepat untuk kemslahatan diri kita. Sehingga digantinya dalam bentuk lain yang lebih baik, dan yang lebih kita butuhkan. Paling tidak, kalau do’a itu tidak dirasakan di dunia, maka ia akan menjadi investasi kebaikan di akhirat nanti. Jadi, do’a itu tidak ada yang mubadzir. Nabi telah mengajarkan kita, agar kita memperhatikan tempat-tempat diijabahnya do’a, seperti (Bulan Ramadhan, sedang ibadah haji, hari jumat, sepertiga malam terakhir ), dan memperhatikan adab-adab berdo’a. Berdo’a kepada Allah harus didahului dengan memuji-Nya, seperti membaca shalawat, setelah itu barulah meminta kepada Allah. Mintalah dengan penuh kesungguhan. Kalau perlu diulang sampai tiga kali. Jangan berburuk sangka kepada allah. Hilangkan kesombongan. Dalam do’a kita juga bisa melakukannya dengan cara tawassul. Misalnya; tawassul dengan asma-asma Allah, seperti membaca Ya Rahmaan (Maha Penyayang), Ya Lathiif Maha Halus), Ya Ghaniyy (Maha Kaya), dan lain-lain. Bisa juga bertawasssul dengan amal shaleh, misalnya; bersadaqah, melaksanakan shalat, shaum, membaca al-quran terlebih dahulu, dan lain-lain. Bahkan kita juga boleh bertawassul kepada orang-orang shaleh, misalnya minta dido’akan kepada orang-orang shaleh dan ahli ibadah. Karena bulan ramadhan merupakan bulan ampunan. Pintu-pintu kebaikan sangat terbuka lebar. Sementara al-quran menyebutnya: “…Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk…”. (Q.S. Huud:114). Dan juga dapat ditafsirkan bahwa ibadah-ibadah kita di bulan ramadhan bisa menghapus dosa-dosa yang berkaitan dengan Sang Khalik (Allah), dengan cara melakukan berbagai amal kebaikan, seperti shalat tarawih, membaca al-quran, sadaqah dan lain-lain. Mungkin maghfirah (ampunan) akan bisa diraih dengan tahapan-tahapan tertentu, seperti menyesal dari dosa-dosa, berhenti dari dosa dan banyak beristighfar kepada allah. Namun pada tahap ini, kadang kita menghadapi hampbatan-hambatan yang bersifat psikologis. Untuk itu, dalam mengisi bulan ramadhan ini, manfaatkanlah segenap waktu untuk berdo’a, mendekatkan diri kepada Allah dan senantiasa mengharap ridha-Nya. Ketahuilah wahai orang-orang yang diberikan Allah taufiq, Bulan Ramadhan pada hakikatnya, adalah sebagai realisasi dari empati kita terhadap mereka dan peduli terhadap sesama. Bulan ramadhan merupakan wahana yang disediakan Allah agar kita bisa merasakan semburat kilatan kepedihan kehidupan dhuafa. Puasa bukanlah semata-mata menahan dari makan dan minum, akan tetapi, menahan diri dari perbuatan yang sia-sia dan keji. Dan jika ada orang yang mencelamu atau berbuat jahil kepadamu maka katakanlah: “Aku sedang berpuasa, aku sedang puasa”. (H.R. Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim dengan sanad shahih). Oleh karena itu Rasulullah mengancam dengan ancaman yang keras bagi orang yang melakukan perbuatan tercela ini, beliau bersabda: “Banyak orang yang berpuasa dimana bagian dari puasanya hanyalah rasa lapar dan dahaga”. (H.R. Ibnu Majah dengan sanad yang shahih). Ini tentunya bagi orang yang hanya berpuasa dari makan, minum dan jima’ tapi dia masih terus melakukan berbagai kemaksian baik dari matanya, lisannya, kakinya, ataupun hatinya, sehingga dia hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga saja dari puasanya tersebut. Dan bahwasanya orang yang berpuasa itu adalah orang yang berpuasa seluruh anggota badanya dari dosa-dosa, lisanya (berpuasa) dari berdusta, ucapan keji dan perkataan palsu perutnya (berpuasa) dari minum dan makan serta kemaluannya (berpuasa) dari jima’ (dan menjaganya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syari’at). Maka jika ia berkata, tidak berkata dengan sesuatu yang dapat merusak puasanya dan jika berbuat, tidak berbuat sesuatu yang merusakkan puasanya. Oleh: Umi Choirunnissa LAILATUL QADAR MENURUT RASULULLAH Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-quran) pada malam Qadar; Dan Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?Malamkemuliaan itu, lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan roh (jibril) dengan izin Tuhan-nya untuk mengatur semua urusan. Sejahterakanlah (malam itu) sampai terbit fajar”. (Q.S. Al-Qadar : 1-5) Jika kita berbicara mengenai waktu turunnya lailatul qadar secara persis, maka akan teringat riwayat yang dinyatakan oleh Al-Bukhari dalam bukunya Shahih Al-Bukhari dan berbagai nash lain. Dimana antara lain dalam buku itu, Al-Bukhari menyatakan bahwa “Dalam Al-quran telah disebutkan; wa maa adraaka, yang artinya Allah SWT telah memberi tahu. Namun demikian juga dalam Al-Quran dinyatakan; wa maa yuriidka yang artinya belum mengetahui”. Hadits riwayat Abu Dzar menyatakan bahwa: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai waktu turunnya Lailatul Qadar”. “Wahai Rasulullah, kabarkanlah kepadaku tentang Lailatul Qadar ; apakah itu pada bulan Ramadhan atau lainnya?” Beliau menjawab: Lailatul Qadar (itu) pada bulan Ramadhan.” Aku bertanya lagi: Wahai Rasulullah, apa saja yang bersama para nabi terdahulu, maka (biasanya), ketika para Nabi telah dipanggil (wafat), juga akan ikut diangkat (sirna). Oleh sebab itu, apakah Lailatul Qadar sampai hari kiamat.” Aku bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, (pada bagian manakah) di bulan Ramadhan itu?” Beliau menjawab: “Carilah itu pada sepuluh hari yang pertama dan sepuluh hari yang terakhir.” Kemudian Rasulullah SAW berbicara dan terus berbicara yang lain, sampai aku mendapat kesempatan bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, yang manakah diantara kedua sepuluh itu?” Beliau menjawab: “Carilah itu pada sepuluh terakhir, jangan kau Tanya lagi tentang sesuatu setelah itu.” “Wahai Ra dan turunnyasulullah aku telah bersumpah atas dirimu agar engkau mengabariku, tapi belum mengabariku, (malam) yang manakah diantara kesepuluh malam (terakhir) itu?” Maka terlihat beliau sangat marah kepadaku, dengan kemarahan yang tidak pernah kusaksikan, baik sebelum ataupun sesudah itu, sampai kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya jika allah berkehendak, tentulah aku menunjukkan kamu kepadanya Lailatul Qadar: Carilah ia (Lailatul Qadar)pada tujuh (malam) yang terakhir.” Dengan demikian, waktu yang tepat dari turunnya Lailatul Qadar sampai kapanpun akan tetap merupakan rahasia Allah SWT, dimana diantara berbagai hikmahnya adalah lahirnya ijtihad ummat islam dalam mencarinya, adanya kesungguhan untuk menggapai dan menantikannya, munculnya usaha dan kerja keras dalam menghadap Allah, yang berotasi pada harapan dan kecemasan, menimbulkan kesungguhan dalam berusaha dan berdo’a. Lailatul Qadar adalah sebagai ‘malam kepastian’, saat Allah SWT meletakkan nilai-nilai dasar yang menjadi pedoman hidup manusia, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Nilai-nilai dasar itu tercantum di dalam Al-Quran yang lima ayat pertamanya diturunkan pada malam itu. Itulah beberapa keistimewaan Ramadhan. Dan bulan Ramadhan disebut juga sebagai “bulan petunjuk”, karena bulan itulah Allah menurunkan Al-Quran (nuzulul Quran), yaitu turunnya lima ayat pertma surat al-alaq. Maka dari itu dibulan Ramadhan ini kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya dengan amalan-amalan yang dapat meningkatkan nilai ketaqwaan kita. Sehingga kita dapat meraih malam Lailatul Qadar dengan izin Allah SWT. Dan biasanya umat muslim disepuluh hari malam terakhir bulan Ramadhan berbondong-bondong mendatangi masjid dan bermalam dimasjid tersebut, dan umat muslim biasa menyebutnya dengan ‘Itikaf atau Malam Bina Iman dan Taqwa (MABIT). Oleh: Umi Choirunnissa HARI RAYA IDUL FITRI Hari raya idul fitri adalah hari kemenangan yang nanti oleh umat muslim setelah menjalankan puasa sebulan penuh dibulan ramadhan. Anak-anak pun tanpak gembira saat hari raya idul fitri tiba, dengan pakaian yang serba baru terlihat keceriaan diwajahnya. Dan sudah menjadi tradisi dihari raya idul fitri umat muslim menyediakan berbagai ragam makanan, dan semua itu kita dapat temui disetiap rumah-rumah saat berkunjung untuk silaturahmi dan bermaaf-maafan. Namun, kebahagiaan pada hari raya idul fitri ini tidak semua umat muslim merasakan kegembiraan hari kemenangan tersebut dikarenakan kondisi financial yang membuat mereka tidak dapat berkumpul dengan keluarganya. Dan apabila Hari raya idul fitri, maka Allah mengirimkan para Malaikat sama turun ke bumi disetiap daerah; lalu mereka berkata; “Hai ummat Muhammad, keluarlah kamu semua kepada Tuhan Yang Maha Mulia!” Maka ketika mereka sudah tampak keluar ketempat shalat mereka, Allah berfirman; “Hai para MalaikatKu, saksikannlah olehmu sekalian, bahwa sesungguhnya telah Kujadikan pahala mereka atas puasnya akan keridhaanKu dan ampunanKu”. “Sesungguhnya hikmah Hari Raya di dunia ini adalah merupakan peringatan terhdap Hari Raya di akherat. Maka apabila engkau melihat orang-orang sementara mereka ada yang pergi dengan berjalan, sementara ada yang berkendaraan, sebagian ada yang mengenakan pakaian biasa dan sebagian lagi ada yang dengan bermain lagi tertawa dan sebagianpun ada yang menangis; maka ingatlah perjalanan hari kiamat, sesungguhnya di dunia itu demikian juga”. Allah SWT berfirman lagi: “Yauma tabyadhdhu wujuuhun wa taswaddu wujuuhun” “Pada hari wajah-wajah menjadi tampak putih bersinar dan adapula yang kelihatan menjadi hitam muram” Oleh karena itu dikatakan bahwa sesungguhnya semua hari Raya itu merupakan musibah yang menyedihkan anak-anak yatim dan sementara orang-orang yang mempunyai keluarga yang telah meninggal. Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ta’aalaa dari Nabi ‘alaihish wassalam bahwa sesungguhnya beliau telah keluar untuk menunaikan shalat Hari Raya, sedang anak-anak sama bermain. Diantara anak-anak itu terdapat seorang anak yang duduk dihadapan mereka dan dia mengenakan pakaian bekas sambil menangis.” Lalu Rasulullah SAW memegang anak itu dengan tangannya seraya berkata kepadanya: “Hai anak kecil, maukah engkau, aku sebagai ayahmu, Aisyah sebagai ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husain sebagai saudara laki-lakimu dan Fathimah sebagai saudara perempuanmu?” Anak kecil itu menjadi tahu, bahwa dia adalah Rasulullah; maka dia berkata: “Mengapa saya tidak mau ya Rasulullah?” maka dia dibawa oleh Nabi AS kerumah beliau, lalu dipakaikan pakaian yang bagus, diberi makan sehingga kenyang dan dihiasi, diberi minyak harum. Maka anak kecil itu keluar dengan tertawa serta gembira. Ketika teman-teman melihatnya, maka mereka sama berkata kepadanya: “Sebelum ini kamu selalu menangis, mengapa kamu sekarang menjadi gembira?” Dia menjawab: “Saya semula laper sekarang sudah kenyang, saya telanjang sekarang berpakaian, saya sebagai anak yatim sekarang Rasulullah adalah ayah saya, Siti Aisyah menjadi ibu saya, Hasan dan Husain menjadi saudara laki-laki saya, Ali menjadi paman saya, dan Siti Fahtimah menjadi saudari perempuan saya, maka bagaimana saya tidak gembira?” kata anak-anak kecil dan teman-temannya: “Seandainya ayah kami terbunuh dijalan Allah dalam peperangan itu, niscahya kami menjadi seperti dia. Kita dapat mengambil hikmah maupun pelajaran dari kisah tersebut dan agar senantiasa selalu bersyukur dengan apa yang telah allah anugrahkan untuk kita.